Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk
silang, artinya sebagian besar penyerbukan berasal dari tanaman lain. Pada
tanaman yang bersari bebas (komposit), susunan genetik antar satu tanaman
dengan yang lain dalam suatu varietas akan berlainan, akan tetapi varietas yang
telah mengalami seleksi dan adaptasi pada suatu lingkungan akan menunjukkan
suatu keseragaman fenotipe yang dapat dibedakan dengan varietas lain. Benih jagung komposit dapat ditanam kembali
pada pertanaman berikutnya, sedangkan pada varietas hibrida, karena dihasilkan
melalui persilangan antara tetua tertentu, petani harus membeli benih baru
setiap kali akan tanam meskipun varietasnya sama dengan pertanaman sebelumnya.
Dalam mementukan pilihannya menanam varietas jagung komposit ataupun
hibrida, petani harus memperhatikan kriteria mutu benih. Menurut Andi Takdir
Makkulawu Peneliti PRTP BRIN tiga kriteria utama yang harus diperhatikan dalam
memilih benih adalah (1) mutu genetik benih ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh
pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, (2) mutu fisiologi yakni mutu benih yang ditentukan oleh
daya berkecambah/daya tumbuh dan ketahanan simpan benih, dan (3) mutu fisik ditentukan oleh tingkat
kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari
benih tanaman lain atau biji gulma, dan kadar air.
Pada jagung komposit yang penyerbukannya tidak
diatur dan tidak dijaga kemurnian genetiknya, jika benih dari hasil pertanaman
sebelumnya digunakan secara turun-temurun (selalu menanam benih dari hasil
panen sebelumnya) yang artinya tidak memenuhi kriteria pertama di atas, maka
dapat terjadi perubahan sifat. Contoh
perubahan sifat tersebut seperti pada jagung komposit varietas Manado Kuning
(Runtunewu et.al, 2016). Pada saat dilepas sebagai
varietas unggul sebelum tahun 1945, deskripsi karakter biji jagung Manado
Kuning adalah biji berwarna kuning dan tipe biji flint. Tetapi hasil eksplorasi
yang dilakukan oleh Runtunuwu et. al (2013) di wilayah Minahasa dan
sekitarnya telah diperoleh sebanyak 28 aksesi jagung Manado Kuning. Hasil
karakterisasi awal terhadap karakter tongkol jagung ke-28 aksesi tersebut
terdapat keragaman tipe biji, yaitu flint dan dent; dan warna biji, yaitu
kuning dan orange. Hal inilah yang
terjadi apabila tidak menggunakan benih bersertifikat yang dijaga kemurnian
genetiknya.
Tujuan sertifikasi benih
adalah menjaga kemurnian genetik suatu varietas sehingga benih bersertifikat
yang ditanam petani memiliki sifat genetik yang sama seperti induknya. Dengan sifat genetik yang sama, maka
keunggulan dari varietas tersebut akan terlihat di pertanaman dan pada hasil
produksinya. Oleh karena itu, meskipun benih jagung komposit dapat diperoleh
dari pertanaman sebelumnya, tetapi pemerintah dalam hal ini Direktorat
Perbenihan Tanaman Pangan selalu mengkampanyekan penggunaan benih bersertifikat
untuk menghindari penyimpangan genetik akibat penyerbukan liar yang
mengakibatkan potensi keunggulan suatu varietas tidak muncul di pertanaman sehingga
dapat merugikan petani.
Untuk dapat disertifikasi, suatu varietas harus dilepas terlebih dahulu
oleh Menteri Pertanian. Pada awalnya
nama varietas untuk jagung komposit yang dilepas menggunakan nama wayang
seperti Permadi, Bima,
Pandu (dilepas tahun 1966), Arjuna (1980), Parikesit (1981), Abimanyu, Nakula,
Sadewa (1983), Kalingga, Wiyasa (1985), Rama (1989), Antasena (1992),
Wisanggeni, Bisma (1995), Surya (1996), Kresna (2000), Srikandi (2001),
Srikandi Kuning, Putih (2004) dan Anoman (2006). Tetapi kemudian aturan penamaan wayang ini
tidak diberlakukan lagi, sebagai contoh 10 varietas terbaru jagung komposit
yang dilepas adalah Pulut Tanimbar (2020), Jakarin1, Sinhas 1 (2019), Srinkadi
Ungu 1 (2018), Srikandi Depu1 (2017), Uri4 (2016), Pulut Uri 1 dan 2 (2013),
Provit A1 dan A2 (2011). Rata-rata hasil dari 10 varietas jagung komposit di
atas antara 4,04 - 8,15 ton/ha dan potensi hasil 4,04 - 10,71 ton/ha, lebih
rendah dibandingkan jagung hibrida dengan potensi hasil di atas 11 ton/ha.
Jagung komposit tetap menjadi salah satu pilihan
petani untuk ditanam karena sesuai dengan preferensi rasa (untuk jagung pangan)
atau sesuai dengan kebutuhan untuk ternak setempat, dan yang utama menjadi
alasan petani menanam jagung komposit adalah tidak selalu harus membeli benih
yang baru. Meskipun alasan yang terakhir ini menjadi tidak selaras dengan
program penggunaan benih bersertifikat. Dari
59 varietas jagung komposit yang sudah dilepas, yang berkembang dan ditanam
petani tidak banyak dan hanya varietas Bisma dan Lamuru yang dapat masuk daftar
10 besar varietas yang ditanam petani. Pada tahun 2019, varietas Bisma ditanam
hingga 3,5% (156 ribu ha) dan pada tahun ini hingga bulan September (data sementara)
varietas Lamuru ditanam sebanyak 2,29% (32,86 ribu ha). Data penyebaran
varietas menunjukkan, varietas jagung komposit yang banyak ditanam adalah
varietas lokal. Berturut-turut persentase luas tanam penggunaan varietas lokal terhadap
total luas tanam jagung sejak tahun 2018-2022 adalah 11,9%, 10,1%, 3,9%, 1,8%
dan 9,2%.