Official Website   I   Portal BBPPMBTPH

6281314599954

       

[email protected]

Detail Berita

Benih Bersertifikat : Mendukung Sistem Pangan Berkelanjutan

Oleh: Dina (PBT Ahli Madya), Suharyanto (PBT Ahli Madya)

FAO mendefinisikan sistem pangan berkelanjutan sebagai sistem yang memberikan ketahanan pangan dan nutrisi bagi semua tanpa mengorbankan landasan ekonomi, sosial dan lingkungan untuk generasi mendatang. Peningkatan hasil pertanian telah mendorong kemajuan sosial dan ekonomi yang signifikan. Tetapi apakah peningkatan ini cukup untuk menjawab tantangan besar bagi pertanian? Tantangan tersebut adalah untuk menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi bagi masyarakat dunia, yang diperkirakan akan mencapai 10 miliar pada tahun 2050 .

Dalam laporan PBB tentang Status Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia pada tahun 2020 menunjukkan jumlah orang yang mengalami kelaparan semakin bertambah secara konsisten sejak tahun 2014.  Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat, maka diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat lebih dari 840 juta orang yang akan kekurangan gizi, belum lagi yang kekurangan vitamin dan mineral esensial.

Melihat trend di atas, pada tahun 2050 dunia harus memproduksi 50% lebih banyak pangan agar mencukupi kebutuhan pangan dunia.  Hasil panen harus ditingkatkan tetapi tidak boleh berasal dari perluasan lahan yang berasal dari penebangan hutan (deforestasi) ataupun alih fungsi lahan komoditas lainnya.

Sejak adanya penemuan ilmiah dalam biologi dan genetika, pemulia tanaman dan petani telah berinovasi untuk meningkatkan hasil pertanian melalui pemuliaan tanaman baik dengan perbaikan varietas yang sudah ada ataupun menciptakan varietas baru.  Adanya perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan tanah, dan berkurangnya sumber daya menjadikan sektor pertanian harus bekerja keras untuk menghadapinya. 

Benih untuk Mengatasi Kelaparan dan Kemiskinan

Benih  merupakan materi dasar dari semua produksi tanaman.  Benih  adalah titik awal yang penting untuk semua produksi tanaman, tanpa benih tidak akan ada panen. Harus disadari bahwa sektor perbenihan menjadi mitra penting dalam misi untuk mengakhiri kelaparan dan untuk mencapai ketahanan pangan dan nutrisi.  Sektor perbenihan merupakan kontributor dasar dalam produksi pangan.  Pelaku produksi di sektor perbenihan sangat beragam dan kompetitif, yang terdiri dari pemain besar dan ribuan pemain kecil di pasar benih yang tersegmentasi berdasarkan jenis tanaman dan lokasi geografis. Di Indonesia sendiri, untuk tanaman pangan terlihat pemain besar lebih banyak bergerak di benih hibrida dan untuk benih inbrida dan lokal dilakukan oleh banyak sekali pemain kecil di masing-masing daerah.

Sepanjang sejarahnya di dunia, sektor benih telah berkontribusi pada peningkatan hasil tanaman. Misalnya di Uni Eropa, di mana benih yang bermutu tinggi dapat meningkatkan produktivitas tanaman rata-rata 20% dalam 15 tahun, atau di Afrika, di mana varietas jagung baru menghasilkan 20 -30% lebih banyak daripada varietas lain yang dapat memenuhi kebutuhan 30 - 40 juta orang.  Untuk mengatasi kekurangan nutrisi, sumber protein, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran segar dan buah-buahan perlu diproduksi dan dikonsumsi lebih banyak, dimana akan dibutuhkan peningkatan varietas-varietas ini juga.

Peningkatan produktivitas yang dapat dicapai melalui penggunakan benih bermutu dan praktik budidaya yang baik akan meningkatkan produksi tanaman.  Menurut Sembiring (2007) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih banyak disumbang oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen. Peningkatan produktivitas memberikan kontribusi sekitar 56,1% terhadap peningkatan produksi padi, sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing hanya 26,3% dan 17,5%. Menurut Fagi et al., (2001), benih varietas unggul bersertifikat (VUB) adalah penyumbang tunggal terbesar (16%) terhadap peningkatan produksi padi, diikuti irigasi (5%) dan pupuk (4%). Interaksi VUB, irigasi, dan pupuk dapat meningkatkan produktivitas mencapai 75%, sedangkan sumbangan dari perluasan areal tanam hanya 25%. Kesimpulan ini diperkuat oleh Sitorus (2009) menyatakan bahwa mayoritas produksi padi nasional (69%) disumbang oleh penggunaan benih VUB dan sisanya oleh varietas sedang (16%), dan rendah (15%).

Benih yang bermutu dapat membantu mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan hasil panen sehingga memungkinan petani kecil dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan memperoleh pula pendapatan dari hasil panen tersebut. Akan tetapi, ternyata hanya 10% petani kecil di dunia yang dapat mengakses benih bermutu, dimana petani kecil ini 2/3-nya ada di Asia dan Afrika. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih banyak lagi untuk meningkatkan peredaran benih bermutu sehingga mempermudah akses petani terhadap benih bermutu.

Kebutuhan benih bermutu untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan mutlak diperlukan.  Indonesia yang menganut sistem perbenihan formal mengharuskan benih tanaman yang diperjualbelikan harus benih bersertifikat.  Benih bersertifikat selalu diawali dengan penciptaan varietas baru atau perbaikan varietas lokal dan selanjutnya dilakukan perbanyakan benih yang prosesnya disertifikasi untuk menjaga kemurnian genetiknya.

Dalam produksi benih bersertifikat ini berbagai pemangku kepentingan ikut terlibat di dalamnya seperti pemulia tanaman, produsen benih, pengawas benih dan pengedar/pedagang benih. Semua fungsi tersebut dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun swasta sesuai dengan kewenangannya, kecuali produk regulasi yang harus dihasilkan oleh pemerintah.

Benih untuk Menghadapi Perubahan Iklim

Tantangan utama lainnya adalah degradasi lahan, penurunan kesuburan tanah, dan penggunaan air yang tidak berkelanjutan yang menghambat basis sumber daya alam kita untuk memasok makanan.  Harus diakui bahwa benih yang bermutu dan praktik pertanian yang baik dapat membantu mengatasi tantangan ini.  Mutu benih yang dapat membantu mengatasi tantangan alam ini diperoleh dengan mengembangkan varietas yang membutuhkan lebih sedikit air untuk pertumbuhannya, membutuhkan lebih sedikit lahan,  mengurangi laju konversi lahan dan deforestasi, dan kebutuhan benih yang lebih sedikit untuk setiap hektar lahan (lebih efisien).

Lebih dari seperempat emisi gas rumah kaca dunia berasal dari pertanian, kehutanan, dan perubahan penggunaan lahan. Emisi juga cenderung meningkat seiring pertumbuhan populasi dunia.  Emisi pertanian harus dikurangi 2/3 untuk menjaga kenaikan suhu global kurang dari 2°C.

Petani juga terkena dampak perubahan iklim, yang membawa pola cuaca yang tidak stabil, penyakit, hama, dan peristiwa cuaca ekstrem, seperti kekeringan dan banjir.  Akan tetapi, sektor benih tanaman pangan dapat membantu mengurangi emisi pertanian dengan menggunakan tanaman yang dapat menangkap karbon dengan lebih baik, misalnya, dengan mengembangkan tanaman yang sistem perakarannya luas atau banyak, tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan dan gejala lain dari perubahan iklim. Pemilihan varietas menjadi salah satu titik krusial dalam menghadapi fenomena perubahan iklim.  Dan ketika petani telah dapat menentukan varietas yang akan ditanam atas rekomendasi para ahli agronomi, maka ketersedian benih dari varietas tersebut menjadi prasyarat utama.  Di sinilah peran produsen benih sumber baik pemerintah (seperti UPBS di BSIP maupun Balai Benih di provinsi dan kabupaten) maupun swasta menjadi sangat penting.

Pengembangan varietas benih akan dapat meningkatkan keragaman baru yang sekaligus melindungi keanekaragaman hayati yang akan mempertahankan sumberdaya genetik tanaman. Varietas yang terus beradaptasi dan benih berkualitas baik memungkinkan petani memaksimalkan hasil panen sambil tetap tahan terhadap perubahan iklim, hama, dan penyakit.

Adanya peraturan perundangan yang harmonis dan berbasis ilmiah untuk produksi benih dan tanaman akan menciptakan jaminan yang diperlukan bagi petani dan pergerakan perdagangan benih yang aman.  Jika rantai pasokan benih putus, akan dapat berdampak negatif pada rantai pasokan pangan yang dapat menyebabkan kekurangan pangan yang berbahaya.

Daftar Pustaka

https://worldseed.org/about/what-we-do/seed-sector-declaration/

Fagi AM, Abdullah B, Kartaatmadja S. 2001. Peranan padi Indonesia dalam pengembangan padi unggul. Prosiding Budidaya Padi.Surakarta, November 2001.

Sembiring, H. 2007. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian BB Padi dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional. Apresiasi Hasil Penelitian Padi: 39-59. www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_ p2bn1_03.pdf.

Sitorus, F.M.T. 2009. Benih bersertifikat basis swasembada beras.