Pada umumnya benih ubi kayu yang digunakan oleh petani di Indonesia berupa setek.Setek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang untuk menjadi tanaman baru.
Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, setek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. dengan menggunakan metode setek, tanaman yang baru tumbuh dapat menghasilkan jenis yang sama dengan tanaman induknya.
Karena sifat perbanyakan setek yang demikian, maka penggunaan benih ubi kayu bersertifikat sangat rendah. Benih ubi kayu dalam bentuk setek memiliki kadar air tinggi, sehingga akan cepat tumbuh tunas dalam penyimpanan. Penyimpanan setek ini menjadi salah satu tantangan dalam penyediaan benih ubi kayu.
Dalam masa simpan, setek akan mengalami pertumbuhan tunas dan respirasi benih menggunakan makanan cadangan dalam batang yang menyebabkan terjadinya dehidrasi. Karena alasan tersebut maka setek ubi kayu yang sudah disiapkan untuk menjadi benih sebaiknya tidak disimpan tetapi harus segera ditanam.
Untuk itu dalam Kepmentan 966 tahun 2022 tentang Petunjuk Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, masa edar benih ubi kayu ditetapkan hanya selama 3 minggu dengan ukuran setek 20-30 cm yang diambil dari tanaman yang berumur lebih dari 6 bulan. Dalam satu materi webinar Propaktani 27 Desember 2021, Kartika Noerwijati dari Balai Penelitiaan Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, menyampaikan bahwa penyimpanan benih ubi kayu sebaiknya tidak lebih dari dua bulan, merujuk pada ukuran setek 60-100 cm.
Kebiasaan petani di Banjarnegara dan Sukabumi dapat pula dijadikan rujukan, dimana petani menyimpan batang ubikayu yang akan dijadikan benih sepanjang 1,5 – 2 m dalam posisi berdiri. Calon benih ini sebaiknya tidak dipindahtempatkan kecuali akan dipotong untuk ditanam, karena jika dipindahkan maka batang tersebut akan bertunas. Dengan cara penyimpanan demikian, calon benih ubi kayu dapat dipertahankan hingga 6 bulan tidak bertunas dan tidak kering.
Ketika akan ditanam, calon benih tersebut baru dipotong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Teknik penyimpanan ini dapat menjadi salah satu cara penyimpanan benih ubi kayu yang dapat diterapkan. Tantangan lain adalah cara pengemasan benih bila harus didistribusikan ke tempat yang jauh. Dalam materi webinar yang sama, dijelaskan bahwa pengemasan benih ubi kayu dilakukan segera setelah batang dipanen dan diikat.
Batang yang akan dikemas dipotong sama panjang antara 60 – 100 cm dan diikat dengan kencang untuk mencegah gesekan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik. Batang yang telah diikat dibungkus dengan karung atau gedebok pisang untuk mencegah kerusakan fisik, kemudian dimasukkan dalam kotak kemasan atau karung plastik dan siap dikirim ke pengguna.
Cara pengemasan semacan ini bukan untuk benih ubi kayu bersertifikat. Sesuai dengan Kepmentan 966/2022 ukuran setek ubi kayu adalah 20-30 cm, sehingga ukuran setek inilah yang diedarkan. Benih bersertifikat tersebut diikat dan diberi label. Dikarenakan ukuran setek yang lebih pendek ini, maka masa edar benih ubi kayu hanya 3 minggu.
Semakin lama disimpan pada kondisi kering, maka setek akan mengering yang diawali dari bagian ujung. Ukuran Benih yang Ditanam Salah satu kendala dalam budidaya ubi kayu adalah keterbatasan jumlah benih, terlebih bila yang dibutuhkan adalah benih bersertifikat. Kebutuhan benih per hektar adalah 10.000 setek.
Dari 1 hektar penangkaran benih ubi kayu biasanya dihasilkan 80.000 setek yang selanjutnya digunakan untuk pertanaman seluas 8 ha, atau dalam pustaka lain menyebutkan rasio perbanyakan benih adalah 1:10 dengan menggunakan setek berukuran 20-25 cm yang biasanya memiliki 10-12 mata tunas.
Hasil penelitian Suwarto dkk dari IPB memberikan hasil penggunaan stek 4 mata tunas dapat menghemat penggunaan bibit atau meningkatkan rasio perbanyakan ubi kayu dengan pertumbuhan dan produksi umbi tidak berbeda nyata dengan stek 6, 8, dan 10 mata tunas. Dengan pengurangan ukuran setek ini, rasio perbanyakan benih dapat ditingkatkan menjadi 2 kali lipat.
Hasil penelitian di atas menunjukkan setek ubi kayu yang ditanam dapat diperkecil ukurannya. Meskipun 4-10 mata tunas tidak memberikan produksi umbi yang berbeda akan tetapi perlu diperhatikan pula kemudahan dan kepraktisan dalam penanganan nih dan penanaman benih di lahan. Petani di Banjarnegara selalu menanam setek secara miring dengan tujuan agar pada saat panen umbi lebih mudh dicabut.
Apabila setek terlalu kecil akan tidak mudah juga menerapkan tekniki penanaman di Banjarnegara tersebut. Untuk dapat dimasukkan dalam Kepmentan sebagai petunjuk teknis sertifikasi benih ubi kayu, ukuran setek yang sesuai ini perlu dikaji lebih jauh.
Kesimpulan Dalam penyediaan benih ubi kayu bersertifikat, masih banyak tantangan yang dihadapi. Selain tingkat penggunaannya yang rendah, cara penyimpanan dan ukuran setek yang mempengaruhi daya simpan benih dan selanjutnya mempengaruhi penentuan masa edar benih juga masih perlu disempurnakan dalam aturannya.
Ukuran setek dan masa edar tersebut selanjutnya akan mempengaruhi cara pengemasan yang tepat khususnya untuk distribusi benih jarak jauh. Observasi hal-hal di atas perlu dilakukan sebagai bahan untuk penyusunan rekomendasi dalam petunjuk teknis sertifikasi benih ubi kayu.