Benih
bersertifikat memiliki kontribusi yang sangat besar dalam peningkatan produksi
dan produktivitas tanaman. Dalam pemanfaatannya, benih tersebut harus terjamin
mutunya, baik genetik, fisik, maupun fisiologis, tepat waktu dan lokasi, serta
varietas yang digunakan sesuai dengan lapangan.
Penggunaan
benih bersertifikat merupakan hal yang utama karena terjamin mutunya. Peningkatan produktivitas, kualitas, dan produksi
petani tanaman pangan diawali dengan Penggunaan Benih Bersertifikat. Direktur
Jenderal Tanaman Pangan, menekankan
bahwa benih merupakan pondasi pembangunan pertanian. Benih yang bagus adalah
modal awal sebagai pondasi untuk menghasilkan benih berkualitas. Kami membangun
sistem perbenihan menjadi 3 sub sistem, yaitu sub sistem produksi benih, mulai
dari riset, pemulia, breeder seed, foundation seed, stock seed, dan extention
seed. Ia menyebut banyak pihak yang terlibat pada sub sistem ini, termasuk
BPSB, peneliti, pemulia, dan petani. Setelah proses produksi selesai, masuk
tahap berikutnya yaitu subsistem distribusi dan peredarannya. Disini diperlukan
uji mutu. Yang terakhir adalah subsistem pemanfaatan, yang berpedoman pada Good
Agricultural Practices (GAP).
Kegiatan
pengawasan peredaran benih, saat ini sudah diterapkan kontrol pengawasan benih
dengan penggunaan QR-code/barcode, yang memuat identitas produsen, lokasi,
serta tanggal kadaluarsa benih, yang dapat dilacak secara online. Ini adalah
inovasi yang dijalankan Kementerian Pertanian.
Pada
kesempatan yang sama, Abdul Qadir, Dosen Institut Pertanian Bogor, menyampaikan
bahwa dalam rangka menghasilkan benih bermutu, maka seluruh kegiatan harus
dalam kerangka regulasi kegiatan sertifikasi benih, dengan produk akhir benih
bersertifikat. Peran benih bersertifikat dalam peningkatan produktivitas, hadir
melalui kemampuan benih tumbuh baik pada kondisi lingkungan beragam, potensi
hasil yang sesuai dengan potensi hasil varietas yang ditanam, serta dapat
meningkatkan efisiensi dan mendorong penggunaan teknologi budidaya yang lebih
maju.