Viabilitas benih adalah kemampuan benih
untuk berkecambah pada kondisi yang optimum untuk perkecambahan. Pada umumnya
viabilitas benih diuji melalui pengujian daya berkecambah, dimana pengujian ini
memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 5
sd 10 hari, sehingga seringkali menjadi kendala dalam proses sertifikasi,
dimana beberapa konsumen pengujian mengharapkan dapat memperoleh hasil pengujian
yang lebih cepat namun tetap akurat. Berdasarkan ISTA Rules uji tetrazolium
(TZ) merupakan uji cepat viabilitas benih yang dapat digunakan untuk menentukan
viabilitas benih secara cepat (± 2 hari) yaitu dengan
pelembaban 18 jam, pewarnaan 18 jam, dan konsentrasi
TZ 1%. Proses ini tidak
mudah diterapkan di laboratorium benih di Indonesia yang pada umumnya memiliki jam kerja mulai 07.30 sampai dengan 16.00. Sehingga pada Tahun 2010 Balai Besar
PPMBTPH melaksanakan pengembangan metode untuk memperoleh metode uji TZ yang sesuai untuk diterapkan di laboratorium
penguji. Metode hasil pengembangan metode tersebut yaitu pelembaban
18 jam, pewarnaan 24 jam, dengan konsentrasi TZ 0,5%, sebagai pengganti metode baku yang lebih efektif karena sesuai jam kerja. Selanjutnya untuk
membuktikan metode tersebut (pelembaban 18 jam, pewarnaan 24 jam, dan konsentrasi
TZ 0,5%) merupakan metode viabilitas yang
valid untuk dipalikasikan serta, untuk pendugaan nilai daya berkecambah benih kacang tanah dengan uji tetrazolium
melalui uji banding antar analis Balai Besar PPMBTPH dan uji banding di
beberapa laboratorium penguji BPSB di Indonesia, maka pada Tahun 2023 dilakukan
validasi metode. Bahan uji validasi terdiri dari tiga varietas dengan
tiga tingkat persentase viabilitas yang berbeda yaitu < 60% (Situraja
DM1); 80 sd 90% (Hypoma 1 lot A) ; dan
91 sd 100% (Jerapah, Hypoma 1lot B dan lot C). Validasi dilakukan melalui uji
banding antar analis laboratorium Balai Besar PPMBTPH sebanyak tiga analis dan
uji banding antar laboratorium penguji BPSB sebanyak 10 laboratorium.
Saat
pengamatan uji TZ di laboratorium peserta uji banding/ validasi dilakukan pendampingan
oleh Tim Balai Besar PPMBTPH terutama pada bahan uji Situraja DM1 dan Hypoma 1
lot A, yang berdasarkan hasil observasi memiliki pola pewarnaan yang lebih beragam
sehingga mebutuhkan persamaan interprestasi dalam evaluasi pola pewarnaan.
Selama
pendampingan terdapat beberapa kendala yang timbul saat pengujian TZ di
laboratorium peserta, sehingga perlu dilakukan uji ulang. Kendala tersebut antara lain:
a.
Jumlah
contoh kerja 400 butir (4 ulangan x 100 butir), tetapi jumlah butir per ulangan
tidak 100 butir (jumlah benih hilang atau bertambah lebih dari 5 butir).
b.
Kisaran
toleransi maksimum antar empat ulangan tidak memenuhi.
c.
Pembuatan
larutan tetrazolium dengan konsentrasi tidak 0,5% (harusnya 5 gram
2,3,5-triphenyl tetrazolium clorida/bromida (TZ)
dilarutkan pada 1liter larutan
buffer tetapi yang digunakan hanya 0,5 gram), sehingga menimbulkan pola
pewarnaan yang pucat, yang menyulitkan
evaluasi.
Selain itu terdapat faktor-faktor
dalam pengujian viabilitas yang dapat mempengaruhi hasil pengujian antara lain:
a. Kondisi lingkungan pengujian
yang kurang mendukung, seperti kurangnya
cahaya yang diperlukan terutama saat evaluasi uji TZ.
b. Pengecekan pH media daya
berkecambah yang harus dilakukan sebelum pengujian.
Gambar. Pendampingan pelaksanaan uji TZ di laboratorium penguji UPTD BPSBTPH Jawa Barat (a) dan Banten (b).